Senin, 20 Maret 2017

Korban Terorisme, dari Trauma Psikis hingga Gagal Menikah

Jakarta, PPQ Al-Amin PurwokertoRasa sakit dari luka fisik bisa hilang, rasa sakit dari luka batin terasa selamanya. Barangkali ungkapan ini tepat untuk menggambarkan keadaan para korban aksi terorisme. Apalagi luka fisik dapat dilihat, memberitahu orang lain tingkat keparahannya. Sedangkan luka batin atau trauma, hanya korban sendiri yang paling mengetahui dan merasakannya.

Seperti penuturan Nanda Olivia, salah satu korban Bom Kuningan 2004 dalam perbincangan dengan PPQ Al-Amin Purwokerto, sesaat setelah acara Short Course Penguatan Perspektif Korban dalam Peliputan Isu Terorisme bagi Insan Media di Hotel Ibis Budget, Menteng Jakarta Pusat, Kamis (26/5) siang.

Korban Terorisme, dari Trauma Psikis hingga Gagal Menikah (Sumber Gambar : Nu Online)
Korban Terorisme, dari Trauma Psikis hingga Gagal Menikah (Sumber Gambar : Nu Online)


Korban Terorisme, dari Trauma Psikis hingga Gagal Menikah

Nanda mengatakan, setiap korban memiliki tingkat trauma yang berbeda-beda. Ada satu orang yang setelah kejadian hanya mengurung diri di kamar, ada yang bersikap biasa-biasa saja, seperti tidak mengalami kejadian berat.

PPQ Al-Amin Purwokerto

Trauma itu baru ketahuan pada saat acara semacam ini (obrolan dengan media atau di depan publik). Saya salah satunya, saya merasa nggak ada masalah setelah sembuh secara fisik. Barulah pada saat sharing dan bertemu mantan pelaku, ketahuan aslinya, tutur Nanda.

PPQ Al-Amin Purwokerto

Pada sesi sharing pun, ada korban yang diam saja, disuruh berbagi pengalaman tidak mau. Padahal di dalam hati mereka tampak seperti ada sesuatu yang masih membebani.

Menurut Nanda, jenis kelamin korban juga mempengaruhi sikap keterbukaan. Korban berjenis kelamin pria rata-rata lebih bisa mengatur emosi mereka. Sementara wanita sering dan mudah terbawa perasaan. Misalnya masih ada emosi kemarahan dan kesedihan setiap mendengar atau mengungkapkan cerita mereka.

Nanda berpendapat, bagi mereka yang lebih sering berbagi cerita, keadaan cenderung menjadi lebih baik. Dengan bercerita, secara tidak langsung sudah menerapi diri sendiri.

Korban lainnya yang merasa menjadi lebih baik dengan berbagi pengalaman adalah Wahyu Srirejeki dan Vivi Normarini. Wahyu yang juga korban Bom Kuningan 2004, kini berpembawaan lebih ceria. Wahyu bahkan sedang menyiapkan meneruskan studi S2.

Ada pun Vivi Normasari yang sempat kehilangan rasa percaya diri karena menjadi korban terorisme, bahkan batal menikah dengan kekasihnya yang hubungan mereka sudah terjalin selama 11 tahun dan melewati penantian yang panjang, kini menyadari bahwa itu bukan jodohnya.

Vivi sebelumya merasa seakan-akan Tuhan tidak adil. Tetapi akhirnya Vivi sadar bahwa ia harus menatap ke depan. Bagi Vivi, yang utama sekarang adalah berdamai dengan diri sendiri

Baca: Korban Aksi Terorisme Ini Keluhkan Wartawan dalam Liputan Terorisme

Persoalannya, dalam forum-forum diskusi atau wawancara, korban yang diminta untuk berbagi cerita biasanya itu-itu saja. Itu sebabnya para korban terorisme membutuhkan perhatian banyak pihak, termasuk media massa. (Kendi Setiawan/Mahbib)

Dari (Nasional) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/68581/korban-terorisme-dari-trauma-psikis-hingga-gagal-menikah

PPQ Al-Amin Purwokerto

Menyajikan informasi secara lugas dan berimbang, disertai data-data yang akurat dan terpercaya.


EmoticonEmoticon

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs PPQ Al-Amin Purwokerto sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik PPQ Al-Amin Purwokerto. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan PPQ Al-Amin Purwokerto dengan nyaman.


Nonaktifkan Adblock