PPQ Al-Amin Purwokerto - Saya baru sadar mengapa KH. Ma’ruf Amin dijadikan sebagai saksi di akhir-akhir laga. Bukan kesaksiannya yang penting. Tapi, reaksi Ahok dan Kuasa Hukumnya atas kesaksiannya yang penting. Aktor di balik layar kasus Ahok ini tahu bahwa Kuasa Hukum Ahok bukan orang sembarangan. Mereka terpanggil untuk membela Ahok bukan karena materi tapi karena kebenaran. Lewat substansi kesaksian akan mustahil memberatkan Ahok.
Kehadiran KH Maruf di Pengadilan, Paksaan Kelompok Cingkrang Untuk Sulut Nahdliyyin |
Terbukti dari sidang-sidang sebelumnya. Secara substansi, tidak ada kesaksian dari para saksi pelapor yang beres. Kesaksian mereka justru memberikan panggung untuk Ahok mengungkap segala macam kebohongan kasusnya. Hasilnya, beberapa saksi dilaporkan karena memberikan kesaksian palsu.
Melihat rentetan kegagalan ini, perlu dilakukan terobosan baru. Nggak apa-apa kalah secara substansi, tapi dari kesaksian tersebut bisa menimbulkan semacam kegaduhan. Lalu, dipasanglah KH. Ma’ruf Amin yang merupakan Ketua Umum MUI sekaligus Rais Aam PBNU. Kiai Ma’ruf punya dua jabatan penting yang bisa menyulut emosi umat Islam.
Perlu dipertanyakan, mengapa harus Kiai Ma’ruf? Beliau sudah sepuh. Akan terlalu menguras tenaga jika mengikuti sidang berjam-jam lamanya. Itulah mengapa, pihak MUI protes terhadap Ahok dan pengacaranya, terkait lamanya pertanyaan atas Kiai Ma’ruf. Seakan-akan, Ahok dan kuasa hukumnya salah jika melemparkan banyak pertanyaan ke beliau.
Dalam pengadilan, itu sah-sah saja. Justru, kalau mau protes, ya protes ke Jaksa Penuntut Umum, kan mereka yang undang. Seharusnya, pihak MUI kan sudah tahu kalau proses sidang memang lama dan siap-siap dikuliti dari A sampai Z. Untuk itu, mengapa tidak mencari penggantinya saja? Dalam Pasal 170 KUHAP sebenarnya, Kiai Ma’ruf bisa menolak menjadi saksi, tapi siapa yang memaksa beliau?
MUI dan yang kaum sedasteran garis cingkrang mulai menyerang Ahok dan para pendukungnya lewat ini. Serangan ini bukan untuk mempengaruhi sidang dan keputusan hakim. Tapi serangan ini dilancarkan untuk menyulut emosi umat. Terutama mereka yang bersumbu pendek.
Mereka bermain playing victim bahwa ulama sedang dihinakan. Ahok dan pengacaranya dianggap sangat kasar, sarkastik, melecehkan dan menghina marwah Kiai Ma’ruf. Tidak hanya itu, pengacara Ahok dinilai sangat tendensius bertanya, apalagi seputar masa lalu Kiai Ma’ruf saat menjadi Wantimpres era SBY. Padahal, apa salahnya bertanya seperti itu? Itu kan untuk menilai seberapa obyektif kesaksiannya.
Dan yang lebih keterlaluan lagi adalah mereka bawa-bawa NU. Memang, Kiai Ma’ruf adalah Rais Aam NU, tapi ia bersaksi sebagai Ketua Umum MUI. Tapi, yang namanya sumbu pendek, akan menghalalkan segala cara untuk membenturkan pihak lain untuk turut berperang lawan Ahok. Inilah yang diinginkan oleh sang desainer.
Kalau kita perhatikan jalannya sidang. Banyak sekali kejanggalan dari apa yang disampaikan Kiai Ma’ruf. Mulai dari ia tak melihat langsung videonya. Lalu, ia mengatakan, MUI telah menurunkan tim investigasi ke Kepulauan Seribu pada tanggal 1-5 Oktober, padahal Buni Yani baru mengunggah video editannya tanggal 6 Oktober. Belum lagi, MUI Pusat yang langsung mengeluarkan sikap keagamaan tanpa bertabayyun ke Ahok. Dan masih banyak lagi kejanggalan-kejanggalan lainnya.
Secara substansi, kesaksian Kiai Ma’ruf sangat lemah dan sulit untuk memberatkan Ahok. Tapi, bukan itu yang sang desainer inginkan. Sebab, belajar dari sidang-sidang sebelumnya, mereka sudah tahu bahwa tidak akan mampu memberatkan Ahok. Jadi, alternatif lainnya adalah buat lagi kegaduhan.
Apalagi, para aktor, para punggawa serta bidak-bidaknya sedang terlibat berbagai macam kasus. Mereka butuh kegaduhan agar bisa menekan aparat penegak hukum, atau sekedar mengalihkan perhatian. Dan semua harapan itu, mereka letakkan di pundak Kiai Ma’ruf.
Kita lihat sepertinya berhasil. Kaum sumbu pendek garis cingkrang sudah mulai meramaikan jagat media sosial dengan menyebar provokasi bahwa ulama kita sedang dilecehkan. Ulama kita sedang dihinakan. Ini menjadi celah bagi para aktor untuk terus menyulut emosi umat.
Persetan dengan substansi sidang. Apalagi, Aa Gym juga sudah angkat bicara lewat akun twitternya. Ia menulis: “Demi Alloh, tak rela KH. Ma’ruf Amin, guru/orang tua/ulama kami, pimpinan MUI yang amat kami hormati cintai, direndahkan dan diancam siapapun”.
Padahal, setelah ceramah di Pulau Pramuka, Aa sudah tidak tampak lagi di media. Saat para sahabatnya sesama alumnus 212 mulai diciduk polisi, Aa tidak pernah berkomentar bahkan muncul di media untuk, minimal, menyatakan rasa prihatinnya. Tentu, dalam posisi seperti itu, nggak ada untungnya buat Aa.
Dan klimaksnya terjadi saat ada pemberitaan di media bahwa Ahok dan kuasa hukumnya akan melaporkan Kiai Ma’ruf. Isu penghinaan ulama pun digoreng kembali sambil ditumis dengan ditambah mecin dalam jumlah besar. Sebab, mecin sangat baik untuk menghambat kinerja nalar.
Tidak berhenti di situ, mereka pun membenturkan Ahok dengan NU. Banyak tokoh-tokoh muda NU seperti Yenny Wahid dan Akhmad Sahal yang memberikan anjuran agar Ahok tidak melaporkan Kiai Ma’ruf. Ini untuk menjaga marwah NU dan Kiai Ma’ruf. Padahal, sebelum ini Ahok dan NU tidak pernah ada masalah. Bahkan, Ahok sangat dekat dengan Gus Dur.
Pihak-pihak makar juga para penggagas GNPF sedang kegirangan. Kisruh antara Ahok dan MUI yang digoreng sedemikian rupa menjadi “upaya melecehkan ulama” lalu ditumis lagi menjadi “Ahok versus NU”, semua itu bagai hujan deras dari langit di tengah kemarau panjang yang tak berkesudahan.
SBY tentu senang, elektabilitas Ahok bakal terjun bebas lagi. Kasus Sylvi pun akan dipending dulu. Juga, kasus Antasari. Polisi bakal disibukkan lagi oleh demo bela ulama. Begitu pula dengan Rizieq. Ia akan mendapatkan panggung untuk bisa berteriak “kriminalisasi ulama” lebih keras lagi. Munarman, Novel dan Muchsin, mereka akan bersama-sama Rizieq menggemboskan isu “kriminalisasi ulama”.
Negara akan menjadi kacau. Kegaduhan akan terjadi dimana-mana. Dalam kondisi seperti itu, makar jilid dua berpeluang untuk dilakukan. Tentakel-tentakel yang selama ini bersembunyi dalam kesunyian akan muncul ke permukaan dan melakukan manuver-manuver untuk membangkitkan lagi sebuah dinasti dalam demokrasi negeri ini.
Sayang sungguh sayang. Pernyataan Kuasa Hukum Ahok hari ini menuntaskan kegembiraan mereka. Ahok dan kuasa hukumnya tidak terpancing. Malah mereka memberikan klarifikasi bahwa pemberitaan di media yang menyebutkan Ahok akan melaporkan Kiai Ma’ruf, itu keliru.
Menurut kuasa hukum Ahok, apa yang Ahok katakan di persidangan, yang akan memproses secara hukum saksi, itu tidak tertuju kepada Kiai Ma’ruf. Yang dimaksud itu adalah saksi-saksi pelapor, bukan saksi ahli. Oleh karenanya, tidak benar pemberitaan yang menyebutkan Ahok akan melaporkan Kiai Ma’ruf.
Kuasa hukum Ahok sudah tahu bahwa ada pihak-pihak yang sedang memancing di air keruh. Mereka memanfaatkan celah-celah kecil dalam sidang. Padahal, dalam sidang, tentu bakal terjadi kontra argumen. Tapi, dalam situasi seperti ini, hal yang wajar pun bisa digoreng untuk menaikkan isu “penghinaan ulama”. Sayangnya, Ahok dan kuasa hukumnya telah memberikan klarifikasi yang membuat NU akan menyudahi kekisruhan yang sempat terjadi.
Ahok tetap di atas angin. Sang mantan hanya bisa pasrah menerima keadaan. Gagal maning. Gagal maning. Ra(i)sa-ra(i)sanya begitulah. Dawuh ulama kita, guru kita dan panutan kita. Sami'na wa atha'na. Semoga Gus Mus dan semua kiai sepuh NU dan habaibnya dianugerahi umur yang panjang, sehat wal afiyat. Amin. [PPQ Al-Amin Purwokerto]
Dari : http://www.dutaislam.com/2017/02/kehadiran-kh-maruf-di-pengadilan-paksaan-kelompok-cingkrang-untuk-sulut-nahdliyyin.html
EmoticonEmoticon